PasangkayuNews.com — Sejumlah wilayah di Indonesia sudah mengalami kekeringan seiring memasuki periode musim kemarau.
Tanda-tanda kemarau basah segera selesai?
Menurut BMKG, sejumlah daerah di wilayah Nusa Tenggara mulai menunjukkan tanda-tanda pengeringan memasuki musim kemarau.
“Bahkan di Pos Merigi Nusa Tenggara Barat dan Pos Daieko Nusa Tenggara Timur telah mengalami 33 hari tanpa hujan,” tulis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 17-23 Juni 2025.
Namun, beberapa wilayah lain masih berpotensi diguyur hujan. Beberapa daerah, seperti Ambon, Banda Neira, Amahai, dan Mozes Kilangin Papua Tengah, masih mengalami hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat dalam sepekan terakhir.
BMKG menyebut perbedaan cuaca di sejumlah wilayah menunjukkan kompleksitas sistem cuaca tropis di kawasan maritim Indonesia.
Kompleksitas cuaca ini terbentuk melalui interaksi dinamis antara proses-proses atmosfer berskala lokal-seperti siklus harian darat laut yang memicu proses konveksi lokal, topografi pulau, dan pengaruh global-seperti variabilitas iklim musiman, MJO, serta gelombang tropis seperti equatorial Rossby dan Kelvin.
Salah satu faktor yang memengaruhi cuaca di wilayah Indonesia adalah siklus harian darat-laut.
“Setiap hari, proses pemanasan permukaan daratan pada siang hari memicu pembentukan awan konvektif, yang menghasilkan hujan pada sore hingga malam. Setelah itu, sistem hujan berpindah ke wilayah laut dan kembali aktif pada dini hari,” terang BMKG.
“Pola ini terjadi berulang dan menjadi karakteristik khas wilayah tropis maritim seperti Indonesia, terutama di wilayah dengan topografi kompleks seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua,” lanjutnya.
Selain siklus darat-laut, cuaca sepekan ke depan juga dikendalikan oleh gelombang atmosfer skala antar musim atau intraseasonal seperti gelombang Rossby equatorial dan Kelvin turut memengaruhi pola hujan di wilayah Indonesia.
Kemudian, intrusi udara kering dari selatan juga memperkuat ketidakstabilan atmosfer di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Di sisi lain, peningkatan kecepatan angin permukaan (>25 knot) di Laut Andaman, Laut Banda, Laut Jawa, dan Laut Arafura juga perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan dampaknya yang mampu meningkatkan potensi gelombang laut tinggi sehingga dapat mempengaruhi aktivitas pelayaran dan kelautan.
Sampai kapan kemarau basah?
Musim kemarau tahun 2025 cenderung lebih basah daripada biasanya, dengan curah hujan cukup tinggi di sejumlah wilayah.
Fenomena ini terjadi ketika hujan masih turun di musim kemarau. BMKG memprediksi sebagian wilayah Indonesia akan mengalami kemarau basah pada pertengahan 2025.
BMKG memprediksi sebanyak 185 ZOM (26 persen wilayah) bakal mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal.
“Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya,” demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia.
Kemarau basah merupakan kondisi ketika hujan masih turun secara berkala pada musim kemarau atau kemarau yang bersifat di atas normal. Musim kemarau di Indonesia identik dengan cuaca panas dan minim hujan, tapi dalam fenomena ini, intensitas hujan masih tergolong tinggi meski frekuensi menurun.
“Fenomena ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025, diikuti masa transisi (pancaroba) pada September-November, dan musim hujan Desember 2025 hingga Februari 2026,” kata BMKG.
Cuaca sepekan
Dalam sepekan ke depan, aktivitas gelombang Rossby equatorial dan Kelvin diperkirakan masih berpropagasi di wilayah Indonesia yang dapat memicu terjadinya hujan.
Selain itu, intrusi udara kering yang bergerak dari wilayah selatan, membawa massa udara yang lebih dingin dan kurang mengandung uap air. Ketika udara ini bertemu dengan udara yang lebih hangat dan lembab dari utara atau permukaan bumi, perbedaan sifat ini menciptakan ketidakstabilan atmosfer.
Ketidakstabilan ini menyebabkan udara lebih mudah naik ke atas dan membentuk awan konvektif terutama di Pulau Jawa bagian barat hingga tengah dalam sepekan ke depan.
Alhasil, hujan lokal yang tiba-tiba, petir, atau bahkan potensi hujan deras masih mungkin terjadi meskipun secara umum sedang memasuki musim kemarau.
Secara umum, curah hujan pada dasarian ke-3 Juni diprediksi berada pada kriteria rendah – menengah, yakni di kisaran 0-150 mm/dasarian.
Sementara itu, wilayah yang diprediksi mengalami hujan kategori tinggi-sangat tinggi dengan lebih dari 150 mm/dasarian meliputi sebagian kecil Jawa Barat, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian kecil Sulawesi Tengah, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat Daya, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah dan sebagian Papua Selatan.****CNN Indonesia****












