PasangkayuNews.com — Perjalanan itu panjang, setiap orang memiliki langkahnya masing – masing, entah itu menuju ke pada hal yang positif atau negatif tidak ada yang tahu, karena sejatinya yang dikatakan baik belum tentu yang terbaik untuk kita.
“Ibu, lihat aku lulus masuk universitas impianku!” seru Areya gadis berusia 19 tahun seraya berlarian mencari keberadaan ibunya dengan ponsel di genggamannya.
Gadis itu terus menatap ponselnya, garis senyum yang ia ukir diwajahnya menandakan dirinya sedang bahagia, sebentar lagi dirinya akan ke kota untuk melanjutkan pendidikannya.
Areya bercita-cita menjadi seorang Professor, ia ingin menunjukkan kepada keluarganya kalau anak perempuan tidak sebatas menjadi istri yang hanya melayani suaminya, perempuan juga bisa memiliki cita-cita dan menjadikan dirinya berharga.
“Lihat aku berhasil masuk universitas impianku, sudah aku bilang kan Areya pasti berhasil apapun yang aku inginkan harus bisa aku miliki,” ucap Areya bercengkrama pada senja melalui jendela kamarnya.
“Assalamualaikum,” seru seseorang dari pintu depan.”Ah, Ibu!” gumam Areya segera berlari keluar kamar.Dengan penuh semangat Areya segera menghampiri sang Ibu yang masih membersihkan kaki dan peralatan berkebunnya di depan rumah.
Gadis itu dengan patuh menunggu Ibunya yang masih bersih-bersih dengan handuk kering yang sempat ia ambil sewaktu berlari dari kamarnya.
“Kok Ibu sendiri? Bapak mana?” Areya balik bertanya kala menyadari sang bapak belum menampakkan batang hidungnya.
“Bapak masih di jalan, tadi papasan dengan pak desa, sepertinya mau minta tolong untuk bantu-bantu di acara nikahan anaknya nanti,” jelas sang Ibu sembari mengeringkan kaki dan lengannya menggunakan handuk kecil.
“Oh iya, kamu jadi kuliah?” tanya sang Ibu lagi.
“Ini aku dari tadi nungguin ibu dengan bapak, mau kasi tahu aku lulus di kampus impian aku, jurusan teknik informatika,” jawab Areya penuh semangat sembari menyodorkan ponselnya yang berisi pemberitahuan kelulusan di salah satu universitas terbaik di kotanya.
“Wahh, selamat yah, tapi sebelum itu ibu mau tanya kamu sekali lagi, kamu serius kan mau lanjut kuliah di kota?” Areya tahu betul kalau ibunya kurang yakin membiarkannya melanjutkan pendidikan di kota.
“Ibu, Areya sudah sangat yakin, ibu kan lihat sendiri bagaimana perjuangan aku belakangan ini,” jelas Areya dengan muka memelas berharap sang ibu mengizinkannya.
Tidak lama kemudian sang bapak pun datang dan ikut bergabung dengan Ibu dan Areya. Gadis itu pun menjelaskan semuanya meskipun sempat ada perdebatan karena sang bapak ragu anak gadisnya hidup sendirian di kota. Tetapi, dengan tekat yang kuat Areya berhasil meyakinkan kedua orang tuanya kalau dia bisa menjaga diri saat di kota nanti.
“Jadi kapan kamu akan berangkat ke kota?” tanya sang Bapak?
“Perkuliahannya masih sebulan lagi, masih banyak waktu untuk bersiap-siap,” ucap Areya.
“Yah sudah, kamu siapkan makan malam dulu, bapak sudah lapar,” perintah sang bapak yang langsung diiyakan dengan senang hati oleh anak gadisnya.
Sebulan pun berlalu, kini Areya sudah siap dengan semua barang dan perbekalannya.
Berulang kali ia mengecek barang bawaannya memastikan tidak ada barang yang tertinggal.
“Bagaimana, apa sudah siap semua?” tanya sang bapak yang sudah siap untuk mengantar anak gadisnya ke terminal.
Areya menatap semua barangnya, membuka tas ranselnya memperhatikan semua berkas-berkas yang ia bawa. Merasa sudah tidak ada lagi barang yang tertinggal gadis itupun mengacungkan jempolnya pertanda semua barang dan berkasnya sudah aman.
“Ingat yah pesan ibu, kamu harus bisa jaga diri, jangan lupa sholat, jangan makan sembarangan, ingat adab, kamu anak perempuan,” oceh sang ibu sembari menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
“Iya Bu, Areya ingat, kok,” jawabnya seraya mencium punggung tangan sang ibu.
Areya pun berangkat ke terminal diantar sang bapak dengan motor tua miliknya. Sepanjang jalan area terus membayangkan enaknya hidup di kota besar, semua yang ia inginkan pasti dengan mudah ia dapatkan, lagi-lagi senyumnya merekah ia semakin tidak sabar akan segera sampai di kota.
Sesampainya di terminal, bapak dengan telaten mengantar Areya sampai bus yang akan di tumpangi anak gadisnya, ia tidak membiarkan anaknya membawa barang apa pun Areya cukup membawa badannya sampai naik di bus.
Saat di bus pun sang bapak terus memperingati gadis itu akan kerasnya kehidupan di kota, sedangkan gadis itu hanya mengangguk patuh.
Setelah perjalanan panjang, akhirnya Areya pun sampai di kota, ia tersenyum takjub dengan kemegahan kota.
Ia pun turun dari bus dan langsung mencari teman yang baru ia kenal dari group kampusnya.
“Areya kan!” tanya gadis itu memastikan tebakannya tidak salah.
“Iya ini aku Areya, kamu Adel, kan?” Areya pun bertanya balik.
“Iya, udah ayok, langsung keluar, kamu pasti capekkan.” Areya menganggukkan kepalanya, mereka pun akhirnya berjalan ke arah parkiran untuk mengambil mobil milik Adel.
“Oh iya, aku udah ada kos buat kamu, gak jauh kok dari kosan aku,” jelas Adel sembari menyetir.
“Loh, di kosan mu gak ada yang kosong lagi, yah?” tanya Areya.
“Kosan aku udah full, tapi kamu tenang aja kosan kita bersebelahan kok,” ujar Adel lagi.
“Yah sudah, gak apa-apa lah yang penting aku udah ada tempat tinggal,” ucap Areya seraya tersenyum.
Satu semester pun berlalu, pertemanan Areya dengan Adelia sangat dekat kemana-mana mereka sering bersama, bahkan sampai orang-orang sering menyebut mereka kembar, di mana ada Areya di sana juga ada Adelia.
Areya juga berhasil meyakinkan kedua orang tuanya di kampung kalau dirinya bisa menjaga diri dengan baik.
Namun, semua berubah saat Areya memasuki semester 4, saat suatu malam ada teman kos yang mengajak Areya untuk camping, untuk pertama kalinya Areya pergi tanpa Adelia, ia juga lupa memberitahu sahabatnya itu kalau ia akan pergi camping dengan teman-teman kosnya.
“Areya, gak usah polos-polos gitu, ini deh coba suasana baru, masa muda itu dinikmati,” ucap Cika salah satu teman kos Areya seraya menyodorkan minuman yang sekilas seperti minuman soda biasa.
Dengan ragu-ragu Areya menerima tawaran Cika, ia mengambil segelas minuman itu dengan senyum yang ia paksakan.
Awalnya ia ragu tapi karena terus di paksa oleh teman-temannya yang lain, akhirnya ia pun meminum minuman itu. Seteguk dua teguk, hingga akhirnya gadis itu merasa nikmat dan terus berpesta.
Areya yang dikenal sangat patuh mulai berubah sejak saat itu, bahkan Adelia yang merupakan sahabatnya mulai merasa ada perubahan dari Areya sebab sahabatnya itu mulai sering jarang masuk kelas dan sering tidak ada di kamaryna saat malam hari.
“Reya, kamu kok sering keluar akhir-akhir ini?” tanya Adelia mengintrogasi.
“Oh itu, aku ikut kegiatan organisasi kampus,” jawab Areya berbohong.
“Kamu ikut organisasi? Kok gak pernah bilang ke aku?” Tanya Adelia lagi.
“Aku bilang pun kamu juga gak bakalan mau ikut, jadi yah aku ikut sendiri aja,” ngeles Areya seraya terus bemain ponsel tidak mempedulikan Adel.
“Yah sudah kalau itu mau kamu, oh iya udah malam banget aku pulang ke kos ku dulu,” pamit Adelia yang hanya dibalasah anggukan.
Hingga suatu malam Adel pulang dari kampus ia melihat Areya keluar dari kosannya,menggunakan ojek online, ia pun mengikutinya.
Betapa terkejutnya Adelia saat melihat sahabatnya itu berhenti tepat di depan bar.
Segera gadis itu menghampiri Areya dengan rasa kesal.
“Reyaa! Ini yang kamu bilang kegiatan organisasi!” kesal Adelia seraya menarik tangan gadis yang sudah ia anggap sahabat sejak awal masuk kampus itu.
“Adel, kok kamu bisa di sini?” tanya Areya balik bertanya kepanikan.
“Itu gak penting, kamu gak ingat apa ucapan orang tuamu jangan aneh, pasti karna ini juga kan kamu sering gak masuk kelas pagi, bahkan jarang ngumpul tugas!” timpal Adelia dengan sangat kesal.
“Del, kita loh masih muda, emang salah kalau aku mau nikmatin hidup selama aku masih di kota, lagian orang tua ku juga gak tau aku ngapain,” elak Araya menggurui sahabatnya.
“Menikmati hidup itu tidak mesti pergaulan bebas seperti ini juga, apalagi sampai main ke tempat seperti ini, sadar Reya ini gak baik!” tegas Adelia.
“Apa sih, ini pilihan aku, hidup hidup aku juga, aku yang nentuin hidup yang aku mau seperti apa, kamu itu cuman orang lain gak berhak ngatur-ngatur aku.”
Jlebb .
Bagai dipanah menggunakan busur besar Adelia merasa sangat sakit, ia tidak menyangka seorang Areya gadis yang sudah ia anggap seperti keluarga malah mengatainya sebagai orang lain.
Tidak terasa bulir bening meluncur dari kelopak matanya, segera Adelia pergi dari sana meninggalkan Areya yang terlihat tidak perduli lagi padanya.
Areya pun masuk ke bar, minuman soda yang memabukkan pun sudah ia anggap hal biasa, malam itu dia berpesta bersama teman-temannya yang lain. tidak sedikit pun Areya merasa bersalah dengan ucapannya pada Adelia tadi, ia malah merasa makin bebas, dirinya bisa pergi tanpa harus sembunyi-sembunyi darinya.
Jauh di kampung halaman Areya, ibunya merasa tidak tenang seolah akan terjadi hal buruk, sepanjang malam ia merasa gelisa dan sulit tidur.
Ia pun berjalan ke depan teras menatap bulan yang bersinar terang benderang, tiba-tiba ia teringat akan putrinya.
Brukkk…
“Semua diam di tempat jangan ada yang bergerak! Tempat ini sudah kami kepung!” Teriak lantang seseorang yang berseragam polisi.
Semua orang di bar tidak bisa melakukan apa-apa, banyak dari mereka yang berusaha melarikan diri, tetapi nihil polisi sudah memblokir semua akses keluar dari bar tersebut.
Areya dan teman-temannya terlihat pucat, kini mereka semua sudah diamankan di kantor polisi untuk melakukan pengecekan.
Pada hari ketiga di sel, Adelia datang bersama kedua orang tua Areya, raut kecewa terpampang jelas di wajah mereka kala melihat Areya yang sedang duduk meratapi nasibnya di dalam sel.
“Ibu! Bapak! Selamatkan aku, tolong bicara sama polisi itu, aku gak mau di penjara.” Rengek Areya kala menyadari kehadiran kedua orang tuanya.
“Kamu tau kesalahan kamu? Kamu gak ingat apa yang dulu bapak dengan ibu bilang sebelum kamu berangkat ke kota?” tanya sang bapak berusaha untuk tetap tenang.
Sadar akan janji dan kesalahan yang telah ia perbuat Areya pun menangis sejadi-jadinya sambal terus meminta maaf.
“Bapak dan ibu hanya datang melihat kamu, tidak bisa membawa kamu pulang, karna polisi sudah menvonis kamu positif narkoba,” ucap sang Bapak lagi seraya menyeka air mata kecewa yang sempat tergedang di pelupuk matanya.

Sementara Ibunya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia tidak tahu harus berkata apa rasanya tenggorokannya tercekik saat mendengar ucapan polisi bahwa putri semata wayang yang ia didik sebaik mungkin selama 18 tahun, kini positif narkoba.
“Sekarang kamu hanya bisa merenungi kesalahan kamu di sel ini, sampai polisi membebaskan kamu, pulanglah saat kamu sudah merasa bersih.” Pesan sang bapak kemudian berlalu pergi diikuti sang istri yang terlihat sangat lemas.
“Aku pamit juga Ree, semoga kamu bisa cepat keluar, yah,” ujar Adelia lalu pergi juga meninggalkan Areya seorang diri tanpa bisa berkata-kata lagi.
Kini Areya mendekap di dalam sel, merenungi semua yang telah terjadi, dirinya yang memiliki impian menjadi professor wanita yang berjaya di masa depan, seketika sirna karena memilih langkah yang negatif.
Semua yang menurut kita baik belum tentu yang terbaik, pilihan berkuliah di kampus terbaik memang baik, tetapi apakah hati mantap untuk berkuliah atau hanya untuk kebebasan semata. Niatnya baik, tetapi melewatinya yang salah. Untuk apa mengejar yang terbaik jika di dalamnya terbesit niat buruk.
Hidup itu penuh pilihan, belajarlah meneliti hal-hal kecil untuk menuju kesuksesan, karena dari kesalahan kecil bisa menyebabkan masalah yang besar.****
Biodata Penulis :
Nama : Syahratul Maghfirah, atau lebih dikenal dengan sebutan Lala, seorang Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dari Kampus STKIP Tomakaka Tiwikrama Pasangkayu, salah satu Kampus di bagian utara Provinsi Sulawesi Barat.
Seorang penulis yang lahir dari rasa sakit, hingga membawanya kedunia literasi dan berhasil menerbitkan beberapa buku antalogi, dari tahun 2020.